Penyakit cacing merupakan masalah besar bagi peternakan di Indonesia. Kasus infeksi cacing banyak menyerang sapi pada peternakan rakyat. Sapi yang telah terinfeksi cacing juga akan mengalami penurunan daya tahan terhadap infeksi bakteri maupun virus. Cacing yang dapat menyerang ternak mulai dari cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda), dan cacing daun atau cacing hati (Trematoda). Cacingan pada ternak sangat merugikan peternak. Kerugian ekonomi yang dirasakan peternak mulai dari penurunan berat badan, penurunan kualitas daging dan penurunan prokdutivitas ternak. Oleh karena itu perlu strategi mencegah ternak cacingan / pengendalian penyakit untuk menghindari kerugian yang lebih besar diperlukan suatu tindakan pencegahan dan pemberantasan.
Ascariasis Akibat Cacing Gilig
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cacing gilig (Nematoda) adalah Ascariasis, dari famili Ascaridae, genus Toxocara. Salah satu spesies Toxocara yang menyerang sapi dan kerbau adalah Toxocara vitulorum. Cacing ini menyerang sapi dan kerbau umur dibawah 6 bulan dan induk. Untuk mengendalikan cacing ini tindakan yang dapat dilakukan adalah memberikan obat cacing (anthelmintika) secara periodik, terutama pada saat pedet berumur 10-16 hari untuk membunuh cacing yang belum dewasa. Selain itu, pemerian obat cacing ini dapat melindungi pedet dari serangan cacing, sehingga tidak memungkinkan untuk memproduksi telur yang berpotensi mengkontaminasi padang penggembalaan. Pemberian ini dapat diulangi pada saat pedet berumur 6 minggu, untuk membunuh cacing dewasa yang belum mati pada saat pengobatan pertama. Siklus hidup cacing ini sangat kompleks, sehingga perlu perhatian lebih untuk tindakan pemberantasan, terutama pada peternakan rakyat yang dikelola secara tradisional.
Cysticercosis Akibat Cacing Pita
Cysticercosis adalah penyakit cacingan yang disebabkan oleh cacing pita (Cestoda). Parasit ini termasuk ke dalam Kelas Eucestoda, Ordo Cyclophyllidea, Keluarga Taeniidae, Genus Taenia, spesies yang menginfeksi sapi adalah Taenia saginata. Pengendalian dan pemberantasan penyakit ini yaitu, perlunya dilakukan pemeriksaan secara ketat pada ternak sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH), dan petugas RPH yang menemukan penyakit ini harus memberitahukan kepada atasan serta melakukan tindakan lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini penting untuk mencegah meluasnya penyakit pada hewan lain yang rentan maupun pada manusia. Karkas yang ditemukan positif terinfeksi cysticercus dalam jumlah cukup banyak dan bersifat masif harus direkomendasikan untuk dimusnahkan. Sedangkan yang terinfeksi ringan hanya dimusnahkan bagian-bagian yang terinfeksi saja.
Fasciolosis Akibat Cacing Cacing Hati
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cacing cacing hati (Trematoda) adalah Fasciolosis. Penyakit ini termasuk penyakit zoonosis, termasuk kelas Trematoda, filum Platyhelmintes dan genus Fasciola. Fasciola yang ada di Indonesia adalah Fasciola gigantica, dan Lymnaea sp sebagai inang perantara/vektor. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah hindari pengambilan jerami yang berasal dari sawah dekat kandang. Apabila terpaksa jerami tersebut harus diambil dengan pemotongan minimal 30 cm dari permukaan tanah. Setelah itu jerami harus dijemur, minimal 3 hari di bawah sinar matahari.
Gambar : hati sapi yang terserang cacing hati (Fasciola hepatica)
(Sumber : https://www.curezone.org/upload/Liver_Flush/Forum_03/Fasciola_Hepatica.jpg)
Karena penyebaran penyakit ini melalui inang perantara/ vektor maka kontrol vektor ini sangat penting untuk menurunkan faktor resiko terserang. Cara untuk mengendalikan vektor ini dengan menggunakan vektor biologis/alami yakni dengan melepaskan bebek/itik, atau dengan bahan kimia menggunakan molukisida, seperti copper sulfat. Sebagai perbaikan tatalaksana dalam beternak, hindari penggembalaan bebek/ itik di daerah yang tergenang air. Untuk memutuskan siklus hidup cacing ini hindari waktu penggembalaan pada pagi hari, tujuannya agar ternak tidak memakan ujung rumput yang masih basah oleh embun dan dimungkinkan mengandung metaserkaria. Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara memasak daging/hati secara matang sempurna.
Lima (5) kelompok zat kimia yang dapat digunakan untuk memberantas ternak yang terserang penyakit ini adalah adalah kelompok fenol halogenasi, kelompok salicylanilides, kelompok benzimidazoles, kelompok sulphonamides, dan kelompok phenoxyalkanes. Albendazole merupakan turunan benzimdazole yang memiliki spektrum luas efektif mengobati infestasi cacing gelang dan cacing paru (Nematoda), cacing pita (Cestoda) dan cacing hati (Trematoda) pada berbagai stadium di saluran pencernaan dan pernafasan pada sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan unggas. Produk obat cacing produksi CTSI (Cipta Ternak Sehat Indonesia) yang mengandung albendazol adalah Ceta Bendazol 125®.
Gambar : Ceta Bendazole 125®
SUMBER :
Avcioglu H, Balkaya I 2011. Efficacy of Eprinomectin against Toxocara vitulorum
in Calves. Trop Anim Health. 43(2) : 283-286.
Centers for Disease Control and Prevention 2011.
Cysticercosis. http://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/biology.html.
Estuningsih SE, G Adiwinata, S Widjajanti dan D Piedrafita 2004. Pengembangan Teknik Diagnosa Fasciolosis pada Sapi dengan Antibodi Monoklonal dalam Capture ELISA untuk Deteksi Antigen. Pros. Seminar Nasional Parasitologi dan Toksikologi Veteriner.
OIE 2005. Toxocariasis. Institute for International Cooperation in Animal Biologics Collaborating Center Lowa State University College of Veterinary Medicine.Lowa.http://www.cfsph.iastate.edu.