albendazole mengatasi cacingan pada sapi

Kebanyakan  obat cacing  efektif    terhadap    satu    macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terkahir di Indonesia, obat cacing yang banyak digunakan adalah golongan benzimidazole, karena golongan ini mudah didapat dan efektivitasnya baik. Albendazole merupakan turunan benzimidazole yang    dapat    diberikan    secara    peroral. Cara kerja albendazole dengan cara berikatan  dengan  β-tubulin parasit  sehingga  menghambat  polimerisasi mikrotubulus  dan  memblok  pengambilan glukosa oleh  larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan  ATP  sebagai  sumber  energi berkurang,  akibatnya  cacing  akan  mati. Albendazole juga  memiliki  efek  larvicid  (membunuh larva)  pada  penyakit  hydatid, cysticercosis,  ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta  efek  ovicid (membunuh  telur)  pada  ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis.

Pemberian albendazole secara oral/pemberian lewat mulut, lebih dari 45% dosis yang diberikan akan segera diserap dalam aliran darah. Sedangkan pada ruminasia termasuk sapi penyerapan akan lebih lama karena harus melewati lambung ganda yang akhirnya memperlambat absorbsi/ penyerapan.  Puncak konsentrasi dalam plasma dapat dicapai dalam waktu 15-24 jam. Dalam hati albendazole akan di metabolisme secara cepat menjadi derivat sulfoxide yang bersifat anthelmintik. Setelah beberapa waktu dalam hati sulfoxide akan dimetabolisme menjadi metabolit sulfon yang tidak mempunyai efek antelmintik.

Penggunaan obat cacing yang tidak sesuai dosis dan anjuran pakai akan menyebakan reistensi pada ternak. akibat dari resistensi ini adalah hilangnya efektivitas kerja obat tersebut. Sudah banyak kasus terjadinya resistensi benzimidazole. Meluasnya penggunaan beberapa golongan antelmintika  dalam  beberapa tahun  terakhir  menyebabkan  semakin meningkatnya  kejadian  resistensi  cacing nematoda  saluran  pencernaan  terhadap antelmintika. Resistensi ini juga diakibatkan karena keinginan untuk menghemat biaya sehingga banyak yang mengurangi dosis obat cacing. Resistensi ini juga diakibatkan karena keinginan untuk menghemat biaya sehingga banyak yang mengurangi dosis obat cacing. Berikut faktor – faktor yang menyebabkan resistensi antelmintika (obat cacing) :

Frekuensi pengobatan yang tinggi

frekuensi pengobatan yang tinggi akan menyebabkan resitensi yang lebih kuat dibandingkan dengan pengobatan dengan frekuensi yang jarang. Namun pengobatan dengan frekuensi yang rendah juga dapat menyebabkan resistensi, hal ini terjadi jika obat yang sama diberikan selama bertahun-tahun. Beberapa penelitian juga membuktikan resistensi obat dapat terjadi hanya dengan dua atau tiga kali pengobatan yang diberikan per tahun.

Regimen obat tunggal

Seringkali obat tunggal, yang biasanya sangat efektif pada tahun-tahun pertama pengobatan, digunakan secara terus- menerus sampai obat tersebut menjadi kurang efektif.

Dosis yang tidak adekuat

Dosis yang tidak adekuat diduga sebagai faktor penting perkembangan resistensi obat, karena dosis dibawah dosis terapi memungkinkan cacing resisten heterozigot tetap bertahan hidup. Bioavailabilitas benzimidazol dan levamisol lebih rendah pada kambing dibandingkan pada domba dan oleh karena itu kambing harus diobati dengan dosis satu setengah atau dua kali lebih tinggi dari dosis yang diberikan kepada domba.

Itulah Albendazole, Si Paling Efektif Mengatasi Cacingan Pada Sapi

Baca Juga: Efektifitas Albendazole Untuk Mengatasi Berbagai Jenis Cacing

Sumber :

Anis Pramundari1 Dan Hermawati Wahyu. 2015. Perbandingan Efektivitas Pemberian Nitroxinil Dengan Albendazole Pada Sapi Potong Penderita Fasciolosis Di Wates Kulonprogo. Buletin Laboratorium Veteriner,15 (4).

Bhattachryya  DK  and  Ahmed  K.  2005. Prevalence  of   helmintic  infection in  cattle and  buffaloes.  Indian Vet.  J. 82: 900-901.

Endang Endarkasih. 2018. Albendazole Effectivity To Fasciola Sp. In Traditional Cattle Farm
In Gegerbitung District, Sukabumi. Jurnal Agroekoteknologi Dan Agribisnis, 2 (1).

Junquera P. 2014. Nematodirus spp., parasitic round worms of cattle, sheep and goats: Biology, prevention and control. Parasitipedia. Net.

Subronto  dan  I.  Tjahajati.  2001.  Ilmu Penyakit      Ternak      II.      Gadjah Mada  University  Press. Yogyakarta.

Syarif,  A.,  dan  Elysabeth.  2007. Farmakologi  dan  Terapi . 5  ed. S.  G.  Gunawan,  R.  Setiabudy,  & Elysabeth,  Eds.  Jakarta,  Indonesia: Badan Penerbit FKUI.

Comments are disabled.