Sapi yang dipelihara secara konvensional rentan terhadap penyakit cacingan, baik cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda), dan cacing daun atau cacing hati (Trematoda).
Cacingan pada ternak sangat merugikan peternak. Kerugian sapi cacingan dari segi ekonomi yang dirasakan peternak mulai dari penurunan berat badan, penurunan kualitas daging dan penurunan prokdutivitas ternak. Infeksi cacing yang ringan sampai sedang biasanya tidak menunjukkan gejala yang jelas/nyata, sedangkan pada infeksi berat pada sapi dewasa dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan terhambatnya pertumbuhan pada anakan sapi/ pedhet. Penyakit cacingan pada sapi biasanya tidak menimbulkan kematian tetapi bersifat menahun dan sangat merugikan peternak. Oleh sebab itu, penyakit cacingan ini dapat dicegah dengan cara :
Pemberian obat cacing secara rutin
Pemberian obat cacing (anthelmintika) ini wajib diberikan sebagai tindakan pencegahan (preventif). Terlebih jika sapi dipelihara dengan cara konvensional. Pemberian obat cacing ini diberikan kepada semua umur sapi mulai dari sapi dewasa hingga anakan sapi (pedhet). Pemberian obat cacing ini dapat diberikan saat umur pedhet 7 hari dan dulagi secara berkala 3 bulan sekali. Hal ini bertujuan untuk memberantas tuntas dan memutus rantai siklus hidup cacing.
Produk obat cacing produksi CTSI (Cipta Ternak Sehat Indonesia) yang dapat digunakan adalah Ceta Bendazol 125® obat cacing ini emiliki spektrum luas yang mengandung Albendazole yang efektif mengobati infestasi cacing gelang dan cacing paru (Nematoda), cacing pita (Cestoda) dan cacing hati (Trematoda) pada berbagai stadium di saluran pencernaan dan pernafasan pada sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan unggas.
Gambar : Ceta Bendazole 125®
Cara Pemberian Pakan Hijauan
Hindari memotong rumput pada pagi hari, dengan maksud agar larva cacing yang berada di pucuk rumput tidak ikut terpotong. Sebaiknya pemotongan rumput dilakukan pada siang/sore hari. Saat memberikan rumput pada sapi sebaiknya dilayukan terlebuh dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari termakannya larva cacing yang menempel pada rumput. Apabila sistem pemeliharaan sapi, dilakukan dengan cara digembalkan sebaiknya hindari penggembalaan pada pagi hari. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari larva cacing yang berada di ujung rumput saat pagi hari saat rumput masih basah, dan larva cacing ini turun saat siang hari saat rumput tidak basah lagi. Hindari gembalaan yang lembab, becek dan banyak genangan air. Serta jangan lupa untuk melakukan secara rutin rotasi tempat penggembalaan. Hindari lokasi gembalaan pada lokasi yang baru diberi pupuk kandang yang tidak diketahui asal usulnya.
Mengendalikan Vektor/Inang Perantara
Siput air tawar atau Lymnea sp merupakan inang perantara cacing hati Fasciola hepatica untuk itu tindakan kontrol vektor disekitar kandang dan tempat gembalaan harus dilakukan. Semakin banyak populasi siput air maka semakin tinggi juga sapi terkena cacingan. Kontrol vektor alami/ biologis ini dapat dilakukan dengan cara memelihara bebek atau itik. Hindari sekitar kandang dan tempat gembala yang lembab, becek dan banyak genangan air karena tempat ini sangat disukai siput air tawar.
Gambar kiri : siput air tawar (Lymnea sp) ; Gambar kanan : cacing hati (Fasciola hepatica)
(Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Lymnaea;
https://www.curezone.org/upload/Liver_Flush/Forum_03/Fasciola_Hepatica.jpg)
Sanitasi Kandang Dan Lingkungan
Rumput – rumput liar yang tumbuh disekitar kandang dibersihkan. Drainase kandang dan lingkungan sekitar kandang dijaga agar tidak ada genangan air, lembab, dan basah. Pastikan ventilasi di dalam kandang diatur agar aliran udara berjalan dengan baik. Hindari populasi yang padat dalam kandang. Menjaga kebersihan kandangdan sarana pendukung lainnya. Berikan pakan dan air minum yang terjamin kebersihannya dan hindari penumpukan sisa pakan.
Itulah beberapa cara menghindari kerugian sapi cacingan. Semoga bermanfaat!
Sumber :
Putra, A., Ginting, R.Br., Ritonga, M.Z., dan Pradana, T.G. 2019. Program Pemberantasan Penyakit Cacing Pada Ternak Sapi Dan Adi Desa Jatikesuma Kecamatan Namorambe. Journal of Animal Science and Agronomy Panca Budi, 4 (1).